
Lamongan. Tokoh legendaris negarawan Majapahit Maha Patih Gajah Mada yang tersohor bisa menyatukan Nusantara dengan sumpah Palapa. Gajah Mada yang diyakini putra dari Dewi Andongsari atau Dara Pethak, istri yang dituakan di Kerajaan Majapahit dan diyakini bakal punya anak laki-laki yang akan menduduki tahta kerajaan.
Hal itu menjadikan Dara Pethak diusir dan diasingkan dari kerajaan dalam keadaan hamil. Beliau diikuti oleh dua pengawal setianya untuk menjaga keselamatan hingga sampai di wilayah Lamongan.
Akhirnya Dewi Andong Sari ditolong oleh Ki Gede Sidowayah, seorang Mpu ahli pembuat senjata pusaka. Dewi Andong Sari melahirkan seorang anak laki – laki yang diberi nama Gajah Mada. Dewi Andong Sari meninggal dunia saat putranya masih kecil dan dimakamkan di Gunung Ratu, Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan.
Saat muda Gajah Mada yang dikenal dengan nama Joko Modo, selama diasuh Ki Gede Sidowayah didesa Modo Kecamatan Modo Kabupaten Lamongan. Diperkirakan Joko Modo mendapat didikan ilmu kesaktian sejak kecil dan menggembala ternak.

Peninggalan tempat yang diyakini oleh masyarakat setempat ada tumpukan batu yang ditata menyerupai candi dan dikenal dengan nama Siti Inggil adalah tempat Gajah Mada menggembala ternak. “Dari tempat ini (Sitinggil) Joko Modo mengawasi ternaknya yang berada di Puncak Wangi Babat dengan jarak puluhan kilometer dari Situ Inggil” kata salah satu penduduk setempat saat ditemui wartawan 25/06/2025.
“Situs itu dikenal oleh masyarakat sebagai petilasan Joko Modo, nama kecil Mahapatih Gajahmada dari Majapahit,” ujar Ahmad Koerniawan mantan Camat Modo yang saat ini bertugas sebagai Camat Sekaran.
Mengenai penyebutan Sitinggil, Koerniawan menjelaskan, nama itu berasal dari kata Siti dan Inggil. Siti artinya tanah, Inggil artinya tinggi. “Dinamai situs Sitinggil karena memang letaknya yang lebih tinggi dari kawasan di sekitarnya,” imbuhnya.
Camat Sekaran yang akrab disapa Mas Wawan juga menyebut bahwa situs Sitinggil ini memiliki luas bangunan bagian bawah sekitar 6×6 meter. Sedangkan untuk bagian puncaknya memiliki luas 2×2 meter. Sitinggil adalah sebuah tatanan batu-batu alami yang dibentuk menyerupai punden berundak, yang memiliki tujuh tingkatan dan bagian puncaknya dapat ditempati sebagai aktifitas semedi atau ritual lainnya.
“Bangunan punden berundak yang disinyalir telah ada sejak masa megalitik itu juga diyakini warga sebagai tempat Joko Modo menggembala hewan ternaknya, sebelum dikukuhkan sebagai Mahapatih. “Tempat ini dikenal warga sebagai petilasan Joko Modo, tempat masa kecil Mahapatih Gajahmada dan di tempat inilah Joko Modo mendapat inspirasi untuk mengabdi di Majapahit, dengan mengikuti sayembara untuk menjadi prajurit Majapahit,” paparnya.
Saat ini situs Sitinggil sudah termasuk dalam situs cagar budaya yang telah terdata dan dilindungi. Selain itu, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim juga telah menetapkan juru pelihara untuk situs ini.
Sitinggil yang ada di tengah pesawahan berdampingan dengan makam umum sering dikunjungi oleh orang yang ingin mendapatkan ilmu dengan mengadakan ritual memohon kepada Tuhan agar niatnya dikabulkan.
Sitinggil merupakan tonggak sejarah yang patut untuk dilestarikan, karena situs Sitinggil juga merupakan artefak terbentuknya negara yang kuat dengan rasa persatuan dan kesatuan diantara beragam suku, bangsa, pulau, bahasa dan adat istiadat menjadi satu negara kesatuan Republik Indonesia.
Spn