Revisi UU TNI Picu Aksi Mahasiswa, DPR Tegaskan: Demonstrasi adalah Hak Konstitusional

Bagikan Artikel

Jakarta — Rencana pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memicu gelombang penolakan dari kalangan mahasiswa, akademisi, hingga aktivis masyarakat sipil. Salah satu poin revisi yang menuai kontroversi adalah potensi dikembalikannya peran dwifungsi militer, yakni keterlibatan TNI dalam urusan sipil.

Menanggapi aksi-aksi unjuk rasa yang semakin meluas, Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menyatakan bahwa demonstrasi merupakan bagian dari hak warga negara yang dilindungi oleh konstitusi. Ia menegaskan bahwa DPR menghormati penyampaian aspirasi publik selama dilakukan secara tertib dan tidak melanggar hukum. “Demonstrasi adalah hak masyarakat yang dijamin oleh konstitusi. Kami menghormati hak berdemokrasi, selama dilakukan secara tertib dan tidak bersifat vandalis,” ujar Dave di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (19/3/2025).

Aksi demonstrasi menolak revisi UU TNI telah berlangsung di berbagai daerah, termasuk Yogyakarta. Di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), ratusan mahasiswa, dosen, dan aktivis menyuarakan penolakan mereka. Dosen Fakultas Hukum UGM, Herlambang P. Wiratraman, mengatakan bahwa tidak ada urgensi untuk membahas revisi tersebut. Ia juga mengkritik proses pembahasan yang dilakukan secara tertutup. “Apalagi jika prosesnya dilakukan secara tersembunyi di hotel mewah, bukan di rumah rakyat – Gedung DPR,” kata Herlambang dalam orasinya.

Gelombang aksi juga meluas ke Jakarta. Mahasiswa Universitas Trisakti berencana menggelar demonstrasi di depan Gerbang Pancasila, Kompleks DPR RI. Presiden Mahasiswa MM-Trisakti, Faiz Nabawi Mulya, menyampaikan bahwa pihaknya menolak secara tegas seluruh isi revisi UU TNI yang dianggap sebagai langkah mundur dalam demokrasi. “Sebagai bagian dari gerakan reformasi, Mahasiswa Trisakti dengan tegas menyatakan menolak seluruh revisi UU TNI,” tegasnya.

Sebelumnya, delapan fraksi di DPR telah menyatakan persetujuan terhadap revisi UU TNI untuk dibawa ke rapat paripurna. Menurut Dave Laksono, pengesahan kemungkinan besar akan dilakukan pada Kamis, 20 Maret 2025. Revisi ini menjadi sorotan karena beberapa pasal di dalamnya dianggap membuka peluang keterlibatan militer dalam urusan sipil seperti keamanan siber dan penanggulangan bencana, yang biasanya berada di bawah koordinasi sipil.

Di tengah kritik yang terus bermunculan, kalangan masyarakat sipil berharap agar DPR menunda pengesahan revisi UU TNI dan membuka ruang dialog publik yang lebih luas. Bagi banyak pihak, proses revisi ini bukan hanya soal regulasi, melainkan menyangkut masa depan demokrasi Indonesia.


Bagikan Artikel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *